Praperadilan Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Bank, Ahli Nilai Putusan Sebelumnya Bisa Jadi Pedoman

2024-11-25 13:30:00
Praperadilan kasus pengadaan tanah bank dengan tersangka PAM. (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Audit kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan salah satu kantor pusat bank di Pontianak hingga kini belum ada.

Padahal, Kejati Kalbar sebelumnya sudah menyebut ada Rp30 miliar kerugian negara. Namun, kenyataannya BPKB masih melakukan perhitungan.

Hal tersebut terungkap dalam sidang praperadilan yang digelar, pada Jumat 22 November 2024. Sindang menghadirkan, auditor BPKP Maulanasyah Ilmawan. 

Dia dihadirkan Jaksa dalam sidang tersebut. Selain Maulanasyah, ada juga jaksa penyidik Eka Hermansyah yang turut memberi kesaksian.

Sementara dari pihak pemohon tersangka PAM, menghadirkan saksi ahli pidana, Alfonsius Hendri Soa, dan  ahli keuangan dari Institut Bisnis dan Komunikasi Swadaya, Basyiruddin Nur. 

PAM dijadikan tersangka dalam kesus pengadaan tanah oleh Kejati Kalbar dalam perannya sebagai pihak ketiga yang menerima kuasa penjual. 

PAM adalah Anggota DPRD Kalbar. Ia disangkakan melakukan permufakatan jahat dalam pengadaan tanah tersebut.

Adapun Maulanasyah Ilmawan dalam kesaksiannya di persidangan praperadilan itu mengatakan, pihak BPKP masih melakukan audit kerugian negara dalam kasus ini atas permintaan jaksa. 

"Sehingga kami belum dapat memberikan pendapat, karena hasil audit kami dalam bentuk dokumen belum keluar," kata Maulanasyah. 

Menurutnya, BPKP punya standar dalam melakukan audit. Alasan permintaan audit oleh pihak Kejati Kalbar diterima karena masuk kriteria substansi, yakni kerugian negara yang dapat diperkirakan. 

Namun, saat ditanyakan apakah mungkin tak ada kerugian negara dalam kasus ini? Ia menjawab masih melakukan metode audit. 

"Bisa saja nilainya lebih rendah dan lebih besar," ujarnya. 

Klaim Sesuai Prosedur

Penyidik Kejati Kalbar, Eka Hermansyah yakin penanganan perkara itu, sudah sesuai prosedur dengan mengantongi dua alat bukti yang sah.

Dalam kesaksiannya, kasus ini kembali bergulir usai ada laporan masyarakat. Lalu, dilakukan ekspose bersama Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Negeri untuk melihat ada tidaknya tindak pidana.  

"Sebelum proses penyelidikan itu, tim kejaksaan sudah menemukan peristiwa pidana dengan bukti pemulaan. Sehingga laporan hasil penyelidikan diusulkan dan ditingkatkan ke penyelidikan," katanya. 

Eka mengatakan, sudah 26 saksi diperiksa, termasuk ahli perbankan. Di samping itu, juga sudah meminta BPKP melakukan ahli audit kerugian negara yang saat ini masih berproses. 

"Dari hasil ekspos, dibuat kesimpulan bersama ada peristiwa tindak pidana. BPKP kemudian melakukan penghitungan kerugian negara," katanya. 

Eka membenarkan, pada 28 Oktober 2024 PAM dipanggil sebagai saksi. Namun, setelah pemeriksaan saksi status PAM ditingkatkan dan dilakukan penahanan. 

Setelah penetapan tersangka, PAM tidak pernah diperiksa lagi. Eka mengatakan, alasan PAM tidak diperiksa saat berstatus tersangka karena kondisi kesehatannya sedang tidak baik. 

"Setelah pemeriksaan saksi selesai, kita melakukan upaya paksa penahanan. Karena yang bersangkutan sudah ada, tidak lagi dilakukan pemanggilan," lanjutnya. 

Sementara itu, Ahli keuangan dari Institut Bisnis dan Komunikasi Swadaya, Basyiruddin Nur ditanya jaksa soal mark-up harga dalam pembayaran tanah yang diklaim jaksa berbeda-beda diterima penjual dalam kasus ini. 

Menurut, Basyiruddin wajar jika harga tanah berbeda-beda. Ia mencontohkan, tanah yang berada di depan akan sama dengan tanah yang di belakang tak ada jalan. 

"Makanya penjual akan mematok harga yang setinggi-tingginya," kata Basyiruddin. 

Ia melanjutkan, makanya dalam perkara ini, rata-rata harga per meter disepakati Rp11,9 juta, yang diklaim sesuai penilaian Kantor Jasa Penilai Publik atau KJPP untuk keseluruhan, karena tanah dibeli satu hamparan.  

"Karena tak mungkin orang yang punya tanah di depan mau dibayar dengan harga sama dengan tanah di belakang. Kalau dibilang mark-up, tanah yang dibayar Rp17 juta itu juga mark-up," jelasnya. 

Menurut Basyiruddin, selama nilai tanah dibayar sudah sesuai dengan nilai yang ditetapkan KJPP, tak ada masalah. 

"Kalau ragu dengan laporan KJPP, kalau saya jadi auditornya gampang saja, saya akan bandingkan tanah di samping kiri dan kanan, di situ ketahuan nilai dasarnya," ucapnya. 

Bisa Jadi Pedoman

Ahli pidana, Universitas Tanjungpura, Alfonsius Hendri Soa juga dihadirkan menjadi saksi ahli dalam sidang praperadilan kasus pengadaan tanah untuk pembangunan salah satu kantor pusat Bank di Pontianak dengan tersangka PAM. 

Dalam kesaksiannya, Alfonsius menilai putusan praperadilan nomor 12/Pid.pra/2024/PN/Ptk yang membatalkan penetapan tersangka kepada tiga tersangka sebelumnya yakni SDM, MF dan SI bisa saja berdampak kepada perkara selanjutnya. Sebab, perkara tersebut dinilai masih dalam satu rangkaian. 

"Bisa saja terhadap penyelenggara negara yang sudah ada putusannya, juga akan berdampak kepada tersangka yang lain karena masih dalam satu rangkaian," kata Alfonsius Hendri Soa. 

Mengapa demikian? Karena dalam sistem hukum di Indonesia kata Alfonsius, mengenal yurisprudensi. Walau tak mutlak, dia dapat menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan.

"Sehingga putusan praperadilan itu, juga bisa dijadikan pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan," ujarnya. 

Di samping itu, Alfonsius juga memberikan pendapat saat ditanya terkait mekanisme penetapan tersangka kepada seseorang. 

Ia berpendapat, penetapan tersangka kepada seseorang tidak boleh serta merta dilakukan. Harus terpenuhinya sekurang-kurangnya dua alat bukti dan harus ada juga pemeriksaan sebagai calon tersangka. Hal ini disampaikan Alfonsius mengacu putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014. 

Alfonsius menilai, harus ada pembeda saksi diperiksa untuk suatu peraka. Jika memang untuk perkara orang lain, untuk menjamin hak asasi seseorang, sebagaimana keputusan MK 21 tersebut harus ada ruang yang diberikan untuk dia diperiksa dalam perkaranya.

"Harus ada ruang saksi memberikan keterangan sebagai apa," katanya. 

Selanjutnya, peran dan keterlibatan masing-masing pihak harus diperlihatkan dulu sebelum penetapan tersangka dilakukan. 

Sementara terkait pertanggungjawaban kuasa dalam sangkaan terhadap PAM, Alfon menilai, selama tugas yang dilakukan sesuai kuasa yang diberikan, maka orang tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. 

"Sepanjang dia menjalankan sebatas yang dikuasakan, maka tidak ada masalah. Sehingga tidak  terpenuhi unsur kesalahan untuk dimintai pertanggungjawaban," pungkasnya.***

Leave a comment