Kepala BKSDA Kalbar: Konflik Manusia dan Satwa Liar Menurun Signifikan

2025-01-09 11:33:37
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, RM. Wiwied Widodo

PONTIANAK, insidepontianak.com - Selama enam tahun terakhir, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, RM. Wiwied Widodo, melaporkan bahwa tren konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya orangutan (OU), menunjukkan penurunan signifikan.

Berdasarkan data BKSDA, dijelaskan Kepala BKSDA Kalbar tercatat 44 kejadian konflik satwa dari 2018 hingga 2024.

"Dengan puncaknya sebanyak 18 kejadian pada 2019–2020 yang dipicu oleh pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit," kata Widodo di Pontianak, Rabu (8/1/2025).

Dia mengatakan, dari 44 kejadian tersebut, sebanyak 23 kasus memerlukan penanganan rehabilitasi melalui evakuasi, dan 21 kasus berhasil dievakuasi serta ditranslokasi ke habitat alaminya.

Sebanyak 159 individu orangutan terlibat dalam 23 kejadian konflik satwa yang membutuhkan rehabilitasi.

Hingga saat ini, 71 individu telah berhasil dilepasliarkan ke habitat alaminya, sementara 88 individu lainnya masih menjalani proses rehabilitasi di dua pusat rehabilitasi, yaitu Yayasan IAR Indonesia (YIARI) dengan 60 ekor dan Sintang Orangutan Center (SOC) dengan 28 ekor.

Hampir 76 persen populasi orangutan saat ini dijelaskannya berada di luar kawasan konservasi, termasuk di Hutan Produksi (HP), Hutan Lindung (HL), bahkan di Area Penggunaan Lain (APL).

"Aktivitas pembukaan lahan tanpa mempertimbangkan ekologi telah menyebabkan kerusakan habitat dan mengancam keberlangsungan hidup orangutan menuju kepunahan," tuturnya.

Widodo menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam konservasi orangutan. Pemerintah, masyarakat, media, akademisi, dan sektor swasta telah menunjukkan progres signifikan melalui berbagai program, seperti Optimalisasi rescue, rehabilitasi, dan pelepasliaran melalui Wildlife Rescue Unit (WRU).

Kemudian, lanjutnya, edukasi dan penyadartahuan masyarakat yang dilaksanakan oleh mitra akademisi dan masyarakat adat dan pengelolaan hutan berbasis konservasi yang diprioritaskan melalui regulasi, termasuk UU Nomor 32 Tahun 2024 dan kebijakan daerah yang mewajibkan penyediaan area konservasi spesies sebesar 7 persen dalam bentuk High Conservation Value (HCV) atau Nilai Konservasi Tinggi (NKT).

"Perubahan regulasi ini memberikan peluang besar bagi pelestarian orangutan dan satwa lainnya," kata Widodo.

Kepala BKSDA Kalbar mengimbau publik, termasuk netizen, untuk turut mengawasi implementasi konservasi yang dilakukan berbagai pihak, terutama sektor swasta.

Komitmen perusahaan dalam menyediakan area konservasi harus diawasi dengan ketat, dan penegakan hukum bagi pihak yang tidak menjalankan komitmennya harus diperkuat.

"Tidak perlu lagi ada pemberitaan negatif yang berulang terkait isu konservasi orangutan. Fokus kita harus pada bagaimana mengawasi dan mendorong pelaksanaan upaya konservasi yang telah menunjukkan progres signifikan," katanya.

Dengan kolaborasi yang terus ditingkatkan, harapan Kepala BKSDA Kalbar bahwa populasi orangutan di Kalimantan Barat dapat tetap terjaga, sekaligus memitigasi konflik antara manusia dan satwa yang menjadi ancaman utama bagi keberlangsungan spesies ini. (Antara)

Leave a comment