Transformasi Episentrum Kekuasaan PDIP Kalbar: Sujiwo Jadi Bandul Baru Kepemimpinan Lasarus
Partai politik tidak pernah steril dari dinamika internal. Distribusi kekuasaan, kompetisi elite, dan pergeseran struktur birokrasi adalah siklus yang menentukan arah organisasi.
Konferensi Daerah (Konferda) PDI Perjuangan Kalbar pada November 2025, menegaskan hal itu. Peta kekuasaan berubah. Pergeseran elite terjadi tanpa riuh. Namun implikasinya besar.
Lasarus kembali memimpin DPD 2025–2030. Sujiwo, Bupati Kubu Raya, naik menjadi Sekretaris DPD. Posisi yang selama satu dekade berada dalam orbit pengaruh keluarga Cornelis kini berpindah.
Karolin Margret Natasa, simbol trah Cornelis, tersingkir dari posisi strategis tanpa konflik terbuka. Konferda 2025 menjadi titik balik.
Penataan kepemimpinan bukan sekadar administratif, tetapi penanda lahirnya struktur kekuasaan baru yang lebih teknokratis dan kurang bergantung pada dominasi genealogis.
Dalam lanskap baru ini, posisi Sujiwo sebagai sekretaris menjadi kunci episentrum kekuasaan PDIP Kalbar.
Perannya bisa dibaca sebagai ‘pendulum baru’ yang memengaruhi arah kebijakan, orientasi organisasi, dan transformasi internal PDIP Kalbar pasca-meredupnya hegemoni trah Cornelis.
Sujiwo hadir bukan sebagai pelengkap struktur, melainkan instrumen pembentukan ekuilibrium baru dalam tubuh partai yang dikendalikan Lasarus.
Sujiwo Bandul Baru
Dalam teori politik, pendulum menggambarkan aktor yang mampu mengubah ritme dan arah pergerakan organisasi.
Dalam partai, ketua menentukan arah, sekretaris menentukan ritme. Pergeseran Sujiwo ke posisi sekretaris adalah sinyal paling kuat: PDIP Kalbar sedang membangun poros kekuasaan baru.
Kelihatannya, lebih profesional, lebih teknokratis, dan berorientasi pada kinerja elektoral ketimbang garis genealogis.
Selama hampir dua dekade, PDIP Kalbar berada dalam orbit Cornelis—dua periode Bupati Landak, dua periode Gubernur, dua periode anggota DPR RI. Polularitasnya mengakar di akar rumput.
Namun Konferda 2025, menandai meredupnya era itu. Lasarus memantapkan kendali. Struktur baru menunjukkan preferensi politik yang lebih rasional dan berbasis pemenangan.
Adapun Sujiwo yang ditunjuk menjadi sekretaris memegang gerbang utama pengambilan keputusan strategis. Kebijakan, komunikasi internal, hingga penentuan calon kepala daerah berada pada poros ketua–sekretaris.
Ia kini berdiri di pusat putaran kekuasaan. Penunjukannya jelas melalui pertimbangan panjang, baik tingkat daerah maupun pusat.
Sujiwo menjadi bandul: memiliki basis lintas-komunitas, kinerja pemerintahan yang kuat, serta kemampuan komunikasi publik yang unggul.
Basis Lintas-Komunitas
Keunggulan elektoral Sujiwo terletak pada kedalaman dan keluasan basis dukungan. Ia populer di Kubu Raya. Juga diterima oleh kelompok identitas yang selama ini menjadi penopang PDIP.
Di kalangan pemilih tradisional Dayak–Kristen, ia dianggap figur moderat. Penjaga hubungan baik dengan tokoh adat dan gereja.
Kelebihannya: kemampuan merawat dukungan lintas identitas. Sujiwo memiliki kedekatan yang kuat dengan kelompok islam nasionalis dan tradisional.
Relasinya dengan tokoh NU dan Muhammadiyah terbangun sejak menjadi wakil bupati hingga menjabat bupati.
Dalam Pilgub Kalbar yang karakter pemilihnya heterogen dan sensitif terhadap isu identitas, kemampuan lintas-basis adalah modal strategis yang jarang dimiliki politisi PDIP Kalbar.
Populis Modal Elektoral
Sujiwo tidak hanya mengandalkan jejaring politik. Ia membawa catatan kinerja yang solid di Kubu Raya. Visinya, Melaju, mendorong reformasi birokrasi, penyederhanaan layanan, dan perbaikan tata kelola.
Inovasi “Hallo Bupati” menjadi terobosan populis yang efektif. Ia hadir langsung, mendengar keluhan, menjadi benteng pelayanan publik.
Pembangunan infrastruktur pesisir dan desa terpencil juga menunjukkan progres signifikan. Dalam politik modern, kinerja lokal adalah modal penting untuk melangkah ke panggung provinsi.
Di antara tokoh PDIP lainnya, Sujiwo adalah figur yang adaptif terhadap lanskap media baru. Ia memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan pesan, membangun citra, dan menyasar generasi muda.
Gaya komunikasinya dinamis dan natural. Sementara sebagian politisi masih terpaku komunikasi konvensional, Sujiwo menggunakan media sosial sebagai ruang konsolidasi. Kecepatan informasi menjadikan keunggulan digital ini faktor pembeda.
PDIP Jalur Komando
Dalam struktur partai, bendahara punya fungsi penting tetapi ruang gerakknya sempit. Ia tidak berada dalam poros kendali internal seperti perumusan strategi elektoral, pemetaan kader, rekomendasi calon kepala daerah, atau komunikasi politik. Semua berada di orbit ketua dan sekretaris.
Krisantus Kurniawan yang saat ini menjabat bendahara DPD sekaligus Wakil Gubernur Kalbar, tidak otomatis memberi ruang komando di partai.
Dalam tradisi politik PDIP, jalur komando adalah anatomi kekuasaan—dan Krisantus berada di luar lingkar inti itu.
Basis sosialnya juga lebih terbatas. Narasinya tidak sekuat Sujiwo. Ruang geraknya, baik struktural maupun elektoral, jauh lebih sempit.
Wajah Baru Banteng Kalbar
Dengan modal struktur, kinerja, basis elektoral, dan kekuatan naratif, peluang Sujiwo maju dalam Pilgub Kalbar 2030 sangat besar.
Namun mekanisme PDIP selalu bergantung pada restu ketua dan arahan DPP. Jika Lasarus memberi lampu hijau, sulit bagi kandidat lain menandingi kekuatan dan momentumnya.
Pilgub Kalbar 2030 akan menjadi panggung penting bagi PDIP. Partai membutuhkan figur yang kuat secara internal dan mampu merangkul pemilih lintas identitas.
Dengan meredupnya dominasi trah Cornelis, Sujiwo muncul sebagai figur dengan modal politik paling lengkap.
Ia berada pada persimpangan sejarah. Pemilih semakin rasional. Figur-figur baru muncul. PDIP Kalbar telah berubah. Dengan modal yang ada dan restu struktural, Sujiwo berpotensi besar menjadi wajah baru PDIP dan masa depan politik Kalimantan Barat. (Penulis: Drs Syarif Usmulyadi, M.Si. Pengajar Senior pada Fisipol Universitas Tanjungpura)***

Leave a comment