Tersangkut Kasus Manipulasi Nilai SIAKAD, Dr Ema Rahmaniah Ngotot Ikuti Pemilihan Kajur Sosiologi Fisip Untan
PONTIANAK, insidepontianak.com - Dinamika pemilihan Ketua Jurusan Sosiologi dan Koordinator Program Studi Pembangunan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Tanjungpura, tuai polemik.
Pasalnya, salah satu kandidat calon yang muncul adalah Dr Syarifah Ema Rahmaniah, M.Ed. Sosok yang dinilai bermasalah. Karena tersangkut dalam pusaran skandal manipulasi nilai SIAKAD untuk mahasiswa Yuliansyah.
Yuliansyah adalah Ketua DPD Gerindra Kalbar. Kini menjabat Anggota DPR RI. Ia tercatat sebagai mahasiswa Program Magister Imu Politik, Fakultas Fisip Untan, dengan nomor induk mahasiswa (NIM): E2092211008.
Sumber Insidepontianak.com menyebutkan, pada hari Kamis, 24 Oktober 2024, telah dilaksanakan rapat senat Fisip Untan, dengan agenda membahas persiapan pemilihan Ketua Jurusan Sosiologi dan Koordinator Pogram Studi Pembangunan Sosial.
Adapun anggota senat berjumlah 17 orang. Namun yang hadir dalam rapat itu hanya 15 orang. Saat rapat senat itulah disampaikan nama dua kandidat calon Ketua Jurusan Sosiologi. Salah satunya Dr Syarifah Ema Rahmaniah, M.Ed. Kontan, beberapa peserta rapat protes.
“Salah satu yang menentang adalah Bu Nurfitri,” ujar sumber Insidepontianak.com yang enggan disebutkan namanya.
Dr Nurfitri Nugrahaningsih, S.IP, M. Si, adalah Ketua Prodi Ilmu Politik S2 Fisip. Penolakannya bikin suasana rapat memanas. Ema balik protes. Keduanya terlibat perdebatan dan saling tunjuk.
“Bu Ema kurang sopan. Sampai teriak-teriak dan menunjuk-nunjuk Bu Nurfitri,” ucap sumber anonim Insidepontianak.com.
Menurut sumber ini, Ema balik mengancam Nurfitri dan akan menuntut tim investigasi fakultas yang menangnani kasus manipulasi nilai SIAKAD karena membocorkan hasil investigasi kepada media.
“Bu Nurfitri juga menjawab dengan keras. Sehingga ruang rapat menjadi gaduh,” ujarnya.
Polemik pemilihan Ketua Jurusan Sosiologi ini pun menjadi pembicaraan hangat di kalangan dosen Fisip Untan.
Dalam surat berita acara penjaringan yang Insidepontianak.com dapatkan, dua kandidat yang mendaftar menjadi calon Ketua Jurusan Sosiologi dan Koordinator Program Studi Pembangunan Sosial adalah Dr Syarifah Ema Rahmaniah, M.Ed dan Dr Indah Listianingrum, M.Si.
Berita acara penjaringan itu ditandatangani ketua, Dr. Hj. Dahaniar Th. Musa, M.Hum, dan Sekretaris, Herri Junius Nge, S.Sos., M.Si.
Kepada Insidepontianak.com, Nurfitri mengaku menolak pencalonan Ema Rahmaniah karena persoalan etika. Ema terseret dalam kasus skandal manipulasi nila SIAKAD.
Perannya jelas terungkap dalam hasil laporan tim investigasi internal Fisip Untan setebal 28 halaman.
Ema turut memberikan nilai A mata kuliah Legislasi Daerah dan Demokratisasi kepada Yuliansyah yang tak pernah masuk kuliah. Dan, sampai sekarang, kasus ini masih ditangani tim Dirjen Kemendikti.
“Maksud saya, ya hormatilah keprihatinan publik, dan tim Irjen sudah menangani kasus manipulasi nilai SIAKAD itu. Kita ini akademisi, kompas moral dan etika. Mengemban tugas mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” ucap Nurfitri.
Baginya, kalau sudah akademisi tidak bisa menjadi contoh dan panutan, maka kampus sebagai lembaga pendidikan akan rusak dan tak punya wibawa.
“Mau jadi apa bangsa ini,” ujarnya.
Nurfitri melanjutkan, akademisi yang memegang teguh etika, pasti tidak akan terlibat dalam kasus pemalsuan nilai.
Ia pun menyinggung adat kesopansantunan orang melayu. Ada adab dan prilaku yang harus dijaga. Apalagi sebagai akdemisi. Harus teguh dengan idealisme intelektualitasnya.
“Maka saya katakan dalam rapat senat itu, saya tidak setuju orang yang berkasus mencalonkan sebagai Ketua Jurusan Sosiologi,” tegas Nurfitri.
Di dalam rapat senat itu, ia bahkan membeberkan fakta keterlibatan Ema dalam kasus manipulasi nilai SIAKAD.
“Karena NIP-nya terekam di SIAKAD. Jadi tidak bisa mengelak. Dia (Ema) bilang, merasa difitnah. Dan dia beserta 5 orang keluarganya akan menuntut tim investigasi yang membocorkan berita tersebut ke media, termasuk mau nuntut saya juga,” ucap Nurfitri.
Nurfitri mengaku tak gentar dengan ancaman itu. Ia pun heran dengan sikap Ema yang mau melaporkan tim investigasi dibentuk senat fakultas berdasarkan arahan rektor. Artinya, sikap itu sama saja dengan pembangkangan terhadap aturan.
“Kalau soal mau nuntut tim investigasi menurut saya agak aneh ya, kita sebagai lembaga pendidikan juga bertanggung jawab secara moral kepada publik,” ucapnya.
Di sisi lain, Nurfitri memastikan, pemberitaan soal skandal nilai SIAKAD sangat jelas siapa-siapa yang terlibat. Bahkan, kronologi yang disampaikan media, sama persis dengan laporan tim investigasi.
Insidepontianak.com menjadi satu-satunya media yang ekslusif mengungkap skandal manipulasi nilai SIAKAD itu, dan telah menerbitkan laporan mendalam berjudul: Babak Baru Skandal Manipulasi Nilai SIAKAD Fisip Untan.
Tim investigasi sudah mengonfirmasi data yang disampaikan Insidepontianak.com, sama persis dengan temuan hasil investigasinya.
“Jadi, apanya yang mau dituntut? Tinggal menunggu sanksi aja. Kecuali kalau beritanya hoaks, itu perlu dituntut,” lanjutnya.
Dalam kasus manipulasi nilai SIAKAD, Nurfitri juga menjadi salah satu dosen yang melaporkan praktik lancung skandal akademik itu. Makanya, ia juga diancam akan dilaporkan Ema.
Nurfitri mengajar mata kuliah metode penelitian ilmu politik dan metode penelitian sosial untuk mahasiswa Yuliansyah. Nilainya juga dimanipulasi.
“Sebagai orang yang melaporkan kasus ini, saya dituduh fitnah, pahlawan kesiangan, terlalu naif dan lain-lain. Tapi, wallahi, saya hanya ingin memperbaiki situasi dan kondisi di kampus kami agar lebih baik,” ucapnya.
Nurfitri tak ambil pusing penilaian pihak-pihak yang menyebutnya sebagai pahlawan kesiangan dan lain sebagainya.
Sebab, apa yang dilakukan tidak memuat kepentingan apapun. Semua dilakukan demi menjaga marwah kampus biru.
“Silakan saja tuduh saya macam-macam. Saya sangat yakin kasus manipulasi nilai itu benar-benar terjadi. termasuk ada penyalahgunaan wewenang di situ. Insyaallah kebenaran akan terungkap,” tuturnya.
Dalam kasus skandal nilai SIAKAD itu, Ema turut memberikan nilai A pada mata kuliah Legislasi Daerah dan Demokratisasi untuk Yuliansyah.
Peran Ema dalam kasus skandal manipulasi nilai SIAKAD untuk mahasiswa Yuliansyah terungkap dalam laporan tim investigasi internal Fisip Untan setebal 28 halaman.
Dalam laporan itu menyebut, Ema mengaku memberi nilai A kepada Yuliansyah berdasarkan tugas disampaikan Yuliansyah secara lengkap, tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Sepintas, tidak ada yang salah dari Ema. Tapi, belakangan terkuak. Pada mata kuliah tersebut, jabatan Ema hanya sebagai dosen asisten.
Adapun dosen pengampu utama, Jumadi. Dalam sebuah pertemuan, Jumadi marah dan menyebut Ema salah. Sebab, memberi nilai tanpa koordinasi dengan dirinya.
Laporan tim investigasi itu juga mengungkap peran sentral dua dosen yang diduga berperan untuk meloloskan Yuliansyah supaya bisa seminar tesis, dengan modus memenuhkan seluruh komponen nilainya.
Keduanya dosen itu adalah Prof Dr Hasan Almutahar dan Dr Elyta. Prof Dr Hasan Almutahar adalah ayah Ema. Sedangkan Dr Elyta adalah saudara perempuannya. (Baca: Skandal Manipulasi Nilai Fisip Untan).
Kembali ke soal polemik pemilihan Ketua Jurusan Sosiologi, Dr Ema Rahmaniah enggan memberi komentar.
Permintaan konfirmasi sudah dilakukan ke Dr Ema Rahmaniah, tapi yang bersangkutan bilang hari Senin dengan seluruh civitas Akademika di Fisip Untan. Ternyata hingga Senin sore ditunggu, tak juga memberikan waktu untuk pertemuan wawancara.
Dekan Fisip Untan, Dr Herlan, M.Si, juga tutup mulut dalam polemik penolakan Ema sebagai calon Ketua Jurusan Sosiologi. Konformasi melalui pesan WhatsAap yang telah dilakukan jurnalis Insidepontianak.com juga hanya dibaca.***
Catatan: Tulisan ini merupakan tulisan kolaborasi dengan beberapa media online di Kalbar.
Leave a comment