Permendikdasmen 8/2025 Dianggap DPRD Sambas Tak Manusiawi, Nasib Tenaga Honor Terancam

SAMBAS, insidepontianak.com – Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sambas, Lerry Kurniawan Figo, mendukung penuh perjuangan Forum Tenaga Honorer Pendidikan yang menyuarakan keberatannya terhadap Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025 karena dianggap merugikan dan tak manusiawi.
Dalam rapat dengar pendapat yang digelar bersama para perwakilan guru honorer dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas, Figo menyebut bahwa aturan tersebut tidak berpihak pada realita pendidikan di daerah, terutama dalam hal pembiayaan guru honorer.
"Kita ketahui sendiri bahwa Permendikdasmen ini sangat kontradiktif, dalam pengertian tidak mempertimbangkan dengan kebutuhan dan kepentingan para guru honorer, " katanya.
Kata dia, saat ini para honorer itu belum mendapatkan SK PPPK full waktu maupun paruh waktu dengan keterbatasan pengalokasian dana melalui dana BOS 20%, jika disimulasikan mereka itu hanya mendapatkan hak-hak keuangannya sekitar 300.000 perbulannya.
"Ini Saya kira tidak wajar ya melampaui batas-batas kemanusiaan, di mana kita menghargai seorang guru itu ibaratnya sebuah seorang pahlawan pendidik yang mencerdaskan kehidupan bangsa, " katanya.
Ia mengungkapkan, dari rapat bersama itu telah dihasilkan sejumlah poin penting, termasuk rencana audiensi ke pemerintah pusat.
“Kami akan menyampaikan aspirasi ini ke Kementerian Pendidikan, Kementerian PANRB, dan jika memungkinkan, juga ke Komisi X DPR RI. Kami ingin perjuangkan nasib guru honorer ini yang terdampak Permendiknas Nomor 8 Tahun 2025,” tegasnya.
Figo juga mendorong Pemerintah Daerah Sambas untuk segera menata ulang sistem pembiayaan guru honorer, terutama yang belum masuk dalam skema PPPK.
Menurutnya, jika memungkinkan, Pemda harus mengalokasikan anggaran melalui APBD untuk memenuhi hak-hak mereka.
“Kalau memang memungkinkan kalau misalnya pembiayaannya bisa dilakukan melalui postur APBD akan meminta kepada pemerintah daerah untuk segera mengalokasikan ya untuk membayarkan hak-hak mereka yang gaji mereka yang sebelum itu mereka dapatkan," katanya.
"Saya kira ini problem yang sangat sulit ya, dilematis, di mana kita pemerintah daerah harus mengikuti kebijakan Pusat di satu sisi pemerintah pusat tidak melihat kondisi real ya kebutuhan daerah seperti apa dalam rangka untuk peningkatan kualitas pendidikan di daerah ,” sambungnya.
Ia menekankan, di Kabupaten Sambas sekitar 70 persen tenaga pendidik di tingkat SD dan SMP masih berstatus honorer. Jika mereka tidak diberi kejelasan, lalu memilih berhenti mengajar, maka masa depan pendidikan di Sambas akan terancam.
“Gedung sekolah mungkin banyak dibangun dengan ratusan juta bahkan miliaran, tapi tanpa guru, siapa yang akan mendidik anak-anak kita? Ini akan sangat berdampak pada kualitas pendidikan di Kabupaten Sambas, ” tutupnya. (*)
Leave a comment