Mencegah Ancaman Krisis di Hulu Saat Hilirisasi Nikel Melaju
PONTIANAK, insidepontianak.com - Indonesia sedang berlari cepat membangun industri nikel dan baterai listrik.
Namun di balik optimisme itu muncul ironi: negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia justru mengimpor bijih nikel dari negara dengan cadangan jauh lebih kecil.
Situasi ini menjadi alarm: hilirisasi tidak bisa berdiri sendiri. Penguatan hulu harus berjalan bersamaan. Agar rantai industri tetap kokoh.
Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Arif Perdana Kusumah, mengingatkan hilirisasi adalah ekosistem kompleks. Karena itu, tambang, smelter, pasar, dan kebijakan harus saling menopang.
“Titik paling rapuh kini ada di hulu,” kata Arif, mengutip Antara, Jumat (21/11/2025)
Impor Tak Terhindarkan
Ia juga menyoroti perubahan masa berlaku Rancangan Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari tiga tahun menjadi satu tahun membuat perencanaan tambang makin pendek.
Sementara di sisi lain jumlah smelter terus melonjak. Ketidakseimbangan pun muncul. Indonesia memiliki 45 persen cadangan nikel dunia. Tetapi kapasitas tambang tertinggal.
“Akibatnya, pasar dalam negeri tertekan. Dan impor bijih nikel, terutama dari Filipina, tak terhindarkan,” lanjutnya.
Pada 2024, impor mencapai 10,4 juta ton. Dan pada 2025 diperkirakan naik menjadi 15 juta ton. Meski sebagian impor untuk kebutuhan blending, kondisi ini tetap ironi besar.
Di sisi lain, kapasitas smelter tumbuh luar biasa. Dalam delapan tahun, produksi nikel kelas dua naik dari 250 ribu ton menjadi 1,8 juta ton, sementara nikel kelas satu naik ke 395 ribu ton.
Indonesia kini menguasai lebih dari 60 persen kebutuhan global. Namun pertumbuhan tanpa fondasi hulu yang kuat menimbulkan ancaman serius.
Bahan baku ketat dapat memicu lonjakan biaya, mengancam operasional smelter, menahan investasi, dan menghambat agenda besar Indonesia di industri baterai serta kendaraan listrik.
Fondasi Harus Kuat
Arif menegaskan, bahwa hilirisasi tetap berada di jalur benar. Tetapi fondasinya harus terus diperkuat.
Tiga langkah penting perlu segera diambil: mempercepat eksplorasi agar cadangan terus diperbarui, meningkatkan kepatuhan teknis penambangan agar produksi stabil dan efisien, serta memprioritaskan RKAB bagi tambang yang terintegrasi dengan smelter.
“Kuota harus berbasis data, bukan sekadar proyeksi,” ujarnya.
Hilirisasi adalah peluang sejarah yang tak datang dua kali. Untuk menang, bahan baku tidak boleh langka di negeri yang kaya nikel.
Penguatan hulu adalah kunci menjaga kedaulatan industri dan memastikan seluruh rantai nilai berjalan seimbang dan berkelanjutan. (Ant)***

Leave a comment