Aktivis Perempuan Soroti Tingginya Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Sambas, Desak Penguatan Layanan Hingga Desa

2025-11-21 14:25:41
Ilustrasi Kekerasan Seksual.

SAMBAS, insidepontianak.com – Aktivis perempuan Kabupaten Sambas yang juga mantan Wakil Bupati Sambas periode 2016–2021, Hairiah, angkat suara soal tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sambas. 

Ia menegaskan, persoalan ini bukan lagi isu pinggiran, melainkan masalah serius yang harus menjadi perhatian semua pihak.

“Kalau bicara kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, memang di Kabupaten Sambas angkanya cukup tinggi. Ini dipengaruhi berbagai faktor dari lingkungan sosial masyarakat, baik di lingkungan rumah maupun sekolah,” ujarnya, (Jumat/21/11/2025).

Ia menilai, penanganan dan pencegahan kekerasan tidak bisa diserahkan hanya kepada satu instansi saja. Dibutuhkan intervensi dan keberpihakan semua pemangku kepentingan agar perlindungan terhadap anak dan perempuan benar-benar berjalan.

“Perlu intervensi semua stakeholder untuk berpihak dalam isu kekerasan terhadap anak,” tegasnya.

Hairiah menekankan pentingnya kehadiran ruang pelayanan kasus kekerasan hingga tingkat desa. Ruang ini, kata dia, harus bisa menjadi tempat pengaduan pertama bagi korban maupun keluarga sebelum ditindaklanjuti oleh instansi teknis.

“Ruang pelayanan terhadap kasus kekerasan harusnya sudah ada di setiap desa, sebagai tempat untuk pengaduan yang berhubungan dengan dinas terkait, seperti DP3AP2KB,” jelasnya.

Menurutnya, keberadaan layanan di desa akan memudahkan masyarakat untuk melapor dan mengurangi rasa takut ataupun malu yang sering menjadi penghambat korban mencari bantuan.

Selain penguatan layanan, Hairiah menyoroti pentingnya sosialisasi regulasi tentang perlindungan perempuan dan anak. Aturan yang sudah dibuat pemerintah, katanya, tidak akan berdampak maksimal jika tidak dipahami oleh masyarakat di tingkat bawah.

“Regulasi yang dibuat harusnya benar-benar tersosialisasikan ke masyarakat sehingga upaya pencegahan dapat dilakukan sejak awal,” ujarnya.

Dengan pemahaman yang baik, masyarakat diharapkan bisa lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan, berani melapor, dan tidak lagi menganggap kekerasan sebagai urusan domestik yang harus ditutupi.

Hairiah juga menambahkan terkait keberadaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) sangat krusial di daerah-daerah yang angka pelanggaran hak anaknya tinggi, seperti Kabupaten Sambas.

“Keberadaan KPAID dirasakan sangat penting untuk kasus di wilayah dimana pelanggaran terhadap hak anak sangat tinggi, seperti kabupaten Sambas,” tegasnya.

KPAID diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam advokasi, pendampingan kasus, koordinasi lintas sektor, serta edukasi masyarakat mengenai hak-hak anak.

Ia menegaskan, isu kekerasan terhadap anak bukan hanya urusan aktivis atau lembaga tertentu, melainkan tanggung jawab semua kelompok kepentingan di Kabupaten Sambas.

“Yang terlibat harus semua kelompok kepentingan yang ada di Kabupaten Sambas, karena isu kekerasan terhadap anak menjadi penting bagi semua. Ini menyangkut keberpihakan semua orang, terutama negara yang punya kewajiban melindungi hak asasi manusia termasuk hak anak,” pungkasnya. (*)

Leave a comment